blog yang bertujuan untuk membagikan informasi kepada anggota dan alumni PMK, tentang keadaan dan program apa saja yang akan dilakukan oleh PMK. terlebih lagi dapat memberkati setiap orang yang yang berkunjung ke blog ini.
Jumat, 26 April 2013
Minggu, 14 April 2013
Pergantian Pengurus
Yeeiii.. Puji Tuhan hari ini tepatnya pada tanggal 14 April 2013, bertempat di Kampus Fisipol tercinta sudah dilaksanakan Musyawarah Tahuanan PMK Fisipol. berasamaan dengan ini juga dilakukan pergantian kepengurusan. Bersyukur buat acara yang sudah berjalan dengan lancar dan kondusif walau pun diwarnai dengan adu argumen dari beberapa saudara/saudari yang hadir, tapi justru itu yang membuat acara ini semakin berkesan. Karena partisipasi dari semua jemaat PMK yang datang masing-masing membawa ide-ide yang cemerlang untuk kemajuan PMK tentunya. setelah melalui proses yang cukup panjang dalam mencari penerus kepengurusan khususnya ketua,sekretaris dan bendahara. Maka Tim Regenerasi memutuskan jabatan Ketua PMK Fisipol UM periode 2013-2014 di pegang oleh Reinhart Abedneju Sondakh Ilmu Komunikasi angkatan 2011. Sekretaris Ratihani Hubungan Internasional 2011. Dan Bendahara di jabat oleh Alan Ria Gerson Administrasi Negara 2011. Terima kasih untuk hati kalian yang sudah mau memberi diri untuk meneruskan tongkat estafet kepengurusan. Harapannya kedepan lebih lagi dalam membangun PMK kita. Dan tidak lupa juga terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kepengurusan saudara Yager Landesang yang luar bisa selama satu periode yang sudah lewat. nggak lupa juga untuk sekretaris PMK yang Rrruuuaaarr biasa yang menjabat selama dua dua perode berturut-turut (2011-2012/2012-2013) Inriani Margaretha Sitohang.
thank you for all that you have given to this community. God will provide for your reply.
Kamis, 07 Maret 2013
KELOMPOK KECIL SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN PELAYANAN KAMPUS
“Ubah dunia dengan mengubah kampus”merupakan sebuah jargon anonim yang
mungkin sudah sering didengar, khususnya bagi mereka yang sering
bergerak dalam pelayanan kampus. Hal ini bisa saja benar karena para
mahasiswa yang belajar di kampus, besar kemungkinannya, kelak akan
menjadi pemimpin dan pengambil kebijakan dalam dunia, baik dalam skala
global maupun lokal. Kampus memang
menjadi sebuah area dimana idealisme seseorang dibentuk. Alasan ini
semakin diperkuat dengan sebuah pendekatan psikologis yang mengatakan
rata-rata usia seseorang masuk ke perguruan tinggi atau kampus adalah
usia masa dewasa dini. Dimasa usia dewasa dini ini yaitu usia peralihan
dari remaja (merupakan periode pertumbuhan) ke dewasa. Dalam usia dewasa
dini ini, ada sebuah proses yang sangat penting, yang dalam ilmu
psikologi disebut sebagai “masa pengaturan”.
Dalam “masa pengaturan” inilah seseorang akan mengalami pergumulan akan
kemana arah hidupnya kelak, mau kerja dimana, mau menikah dengan siapa,
mencoba berbagai pola kehidupan, dsb. Seseorang akan mulai merencanakan
kehidupannya dengan lebih serius dan dalam fase inilah seseorang banyak
menghabiskan waktunya di kampus.
Faktor di ataslah yang akhirnya membuat pelayanan kampus menjadi
semakin sentral kedudukannya dalam usaha membentuk manusia-manusia yang
berkenan di hadapan Allah. Ditengah hiruk pikuk sistem nilai moral dan
etika yang bertebaran dimana-mana, informasi yang banal masuk silih
berganti tanpa filter, gaya hidup hedon (hura-hura) dikalangan anak-anak
muda, dsb pelayanan kampus hadir untuk mencoba menjadi filter bagi itu
semua. Pelayanan kampus mencoba hadir sebagai “garam dan terang”
ditengah “tawarnya” dunia kampus.
Bagaimanakah
kondisi kampus perguruan tinggi saat ini dalam membentuk manusia?
Bagaimana sebenarnya urgensi kehadiran pelayanan kampus di tengah-tengah
kampus? Apa peran kelompok kecil dalam strategi pengembangan pelayanan
kampus saat ini? Kampus memang
harus diakui sebagai gudangnya ilmu pengetahuan, namun ada satu hal yang
sering dilupakan bahwa dalam kampus itu sendiri jarang sekali (bahkan
tidak ada) yang mendidik para mahasiswanya untuk berkontemplasi. Kampus
memang berhasil menciptakan tek-nologi nuklir dari balik ruang
laboratoriumnya, namun kampus tidak berhasil mendidik maha-siswa untuk
bermeditasi. Kampus tidak pernah mendidik orang agar mencoba memahami
apa makna dari semua kehidupan ini, untuk apa manusia hidup, apa nilai
dan makna dari semua ini, dan berbagai pertanyaan tentang kehidupan
lainnya. Kebenaran tentang sesuatu yang ilahi dan kekal telah sekarat
dikarenakan kegiatan yang selalu berfokus pada penemuan dan riset.
Banyak sekali anak-anak muda di kampus tidak mengerti sama sekali apa panggilan dalam hidupnya. Hidup dijalani bagai sebuah mesin fotokopi lingkungannya. “Aku adalah apa yang lagi menjadi trend.” demikian kira-nya slogan anak muda di kampus. Jika di tahun 1998-2001 muncul istilah “generasi MTv” untuk menggambarkan pola perilaku anak muda ketika itu, maka di zaman sekarang “generasi infotai-ment”, “generasi Dahsyat”, dan berbagai generasi yang lainnya pun sama hebohnya dalam mem-bentuk arah kehidupan anak muda saat ini. Aktifitas pemuda di dalam kampus dilakukan nyaris tanpa makna, karena setiap aktifitas itu tidak didasari oleh sebuah konsep panggilan yang berni-lai kekal. Pelayanan kampus hadir di tengah kampus untuk mengabarkan atau memprokla-masikan sebuah panggilan yang harus didengarkan oleh semua manusia, khususnya anak muda, bahwa hidup harus didasari oleh sebuah panggilan yang bernilai kekal yang terdapat dalam Ye-sus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Sehingga dengan demikian, para anak muda yang berada dalam kampus mulai mengarahkan dan memperlengkapi dirinya untuk menggenapi pang-gilan itu dan tidak mau menjadi korban media atau lingkungaannya.
Pelayanan kampus hadir sebagai suluh bagi anak-anak muda yang belajar
untuk memban-tu mereka dalam merefleksikan keilmuan mereka ke dalam
terang ajaran Kristen.
Mahasiswa-mahasiswa yang kebanyakan adalah anak-anak muda dewasa dini
ini, mulai diajak untuk menilai kembali nilai yang telah mereka pegang
selama ini dengan mengkonfrontasikan-nya dengan Injil. Pelayanan kampus
ahirnya akan menjadi pembawa terang Injil untuk mengiluminasi dan
mem-beri harapan di tengah-tengah komunitas akademik. Pelayanan kampus juga bisa menjadi salah satu alat penginjilan di tengah kampus.
Wa-laupun pernyataan ini dikutip dari Donald G. Shockley yang berlatar
belakang dunia barat (Eropa dan Amerika), dimana disana sudah memasuki
era post-christianity,
sehingga masyarakatnya (secara khusus anak-anak muda) sudah tidak
percaya Kristus dan menolak ajaran Injil, bahkan ditambahkan dalam
bukunya bahwa banyak anak-anak muda tidak pernah mendengar kisah atau
cerita di Alkitab seumur hidupnya, sehingga tampaknya memang kampus
sangat relevan sebagai ladang penginjilan. Hal ini juga berlaku di
Indonesia, walaupun Indonesia belum memasuki era post-christianity seperti
yang sudah dialami dunia barat. Alasan kenapa pelayanan kampus di
Indonesia juga bisa digunakan sebagai sarana penginjilan adalah dengan
melihat terlebih dahulu kondisi sosial kampus. Kampus di Indonesia
(khususnya universitas dengan label perguruan ting-gi negeri) seperti
sebuah kota metropolitan, dimana di sana berkumpul banyak sekali orang
dari hampir semua propinsi di Indonesia, baik itu yang berasal dari
pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Indonesia bagian Timur. Sehingga ketika
pelayanan kampus berhasil menjala mereka dengan kebenaran Injil, maka
ketika mereka kembali pulang ke kampung halamannya, mereka akan
me-nyebarkan berita itu kepada keluarga dan handai taulannya di sana.
Hal ini akan semakin mem-bantu mempercepat penyebaran berita Injil. Banyak sekali anak-anak muda di kampus tidak mengerti sama sekali apa panggilan dalam hidupnya. Hidup dijalani bagai sebuah mesin fotokopi lingkungannya. “Aku adalah apa yang lagi menjadi trend.” demikian kira-nya slogan anak muda di kampus. Jika di tahun 1998-2001 muncul istilah “generasi MTv” untuk menggambarkan pola perilaku anak muda ketika itu, maka di zaman sekarang “generasi infotai-ment”, “generasi Dahsyat”, dan berbagai generasi yang lainnya pun sama hebohnya dalam mem-bentuk arah kehidupan anak muda saat ini. Aktifitas pemuda di dalam kampus dilakukan nyaris tanpa makna, karena setiap aktifitas itu tidak didasari oleh sebuah konsep panggilan yang berni-lai kekal. Pelayanan kampus hadir di tengah kampus untuk mengabarkan atau memprokla-masikan sebuah panggilan yang harus didengarkan oleh semua manusia, khususnya anak muda, bahwa hidup harus didasari oleh sebuah panggilan yang bernilai kekal yang terdapat dalam Ye-sus Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Sehingga dengan demikian, para anak muda yang berada dalam kampus mulai mengarahkan dan memperlengkapi dirinya untuk menggenapi pang-gilan itu dan tidak mau menjadi korban media atau lingkungaannya.
Kelompok kecil
bisa menjawab kebutuhan ini karena di dalam kelompok kecil setiap
anggotanya akan dituntut untuk saling mengenal, membangun sebuah relasi
yang berkualitas, dan saling berbagi cinta kasih yang penuh aksi. Steve
Barker menyambung, “our need to know and be known, to love and be loved”[11]
akan dijawab secara tuntas dalam kelompok kecil. Hal ini menjadi wajar
karena dalam kelompok kecil jumlah anggotanya kecil atau sedikit,
sehingga interaksi di antara mereka pun semakin rapat, berkualitas,
walau (mungkin) dalam tingkat intensitas yang tidak terlalu tinggi.
Kelompok kecil juga hadir dikarenakan untuk membantu peran gereja.
Sebagai sebuah institusi, gereja tidak bisa lepas dari kelemahan.
Beberapa kelemahan yang tampak terlihat ada-lah komunikasi yang satu
arah, sense of belonging yang minim dalam jemaat, dikarenakan jum-lah anggota yang cukup banyak maka pembinaan rohani pun tampak tidak maksimal, dsb
adalah kelemahan yang bisa diminimalisir dengan membentuk kelompok
kecil. Dalam kelompok kecil komunikasi selalu diarahkan dua arah dan
tidak ada yang bisa mendominasi percakapan, sehingga dalam kelompok
kecil semua orang harus mendengarkan dan didengarkan. Jika komu-nikasi
seperti ini dipertahankan, maka dengan sendirinya akan muncul rasa
saling memiliki satu sama lain. Implikasi lain yang dimunculkan adalah
adanya keinginan untuk mau melayani sesa-ma.
Menurut Michael S. Olmsted, kelompok kecil setidaknya harus dibangun
dengan dua pilar, yaitu semua anggotanya harus merasa senang (fun) dan kelompok pun harus menjalankan fungsinya (function of training and support).Anggota harus merasa senang untuk bergabung dalam kelompok, tidak ada
unsur paksaan dari luar, atau tekanan yang bersifat fisik atau psikis.
Dia memilih untuk masuk dalam kelompok karena ada rasa nyaman,
kehangatan, dan cinta kasih yang ditawarkan oleh kelompok. Selain itu,
anggota juga memilih untuk hadir dalam kelompok karena ada fungsi yang
ditawarkan yang berguna untuk memperlengkapi setiap anggota dalam
menghadapi kehidupan. Dalam function of training and support,
seseorang akan dilatih secara emosi, intelektual, dan kepribadiannnya.
Interaksi dalam kelompok akan sangat membantu dalam membangun
kepribadian setiap anggota, sehingga “besi menajamkan besi, dan manusia
menajamkan sesamanya” akan sangat terasa dengan jelas dalam kelompok
kecil.
Secara khusus
dalam kelompok juga akan dibahas mengenai pertumbuhan rohani setiap
anggota. Selain membantu untuk membangun kualitas kepribadian seseorang,
kelompok kecil juga akan fokus pada pertumbuhan spiritualitas atau
kerohanian setiap anggota. “Spiritual growth, like emotional growth, does not occur in a vacuum. It comes as we relate to others body of Christ”adalah pernyataan Steve Barker yang bisa dijadikan landasan dalam
membangun kerohanian di kelompok kecil. Pertumbuhan rohani juga
memerlukan orang lain untuk menjadi katalisator dalam kerohaniannya.
Dalam kelompok kecil, aktifitas-aktifitas seperti pembelajaran Alkitab
secara sistematis, persekutuan doa bersama, saling menguatkan, dan
saling menghibur merupakan contoh-contoh kegiatan yang dilakukan untuk
membantu memajukan pertumbuhan rohani.
Salah satu ciri khas lain dari kelompok kecil adalah intimasi yang hangat dalam kelompok,
yang sangat jarang ditemukan dalam persekutuan yang lebih besar seperti
kebaktian umum setiap minggu di gereja. Dalam masyarakat yang majemuk
sekarang, sering sekali ketika duduk dalam gereja dan mengikuti ibadah,
setiap jemaat tidak mengenal siapa orang yang duduk di sampingnya.
Interaksi yang ada hanyalah sebatas formalitas saja, senyuman yang
diberikan pun sering terasa hambar, jabatan tangan pun sering tidak
terasa hangat, dan masih banyak formalitas lainnya. Sebaliknya, hal
formalitas seperti itu tidak berlaku dalam kelompok kecil. Dalam
kelompok kecil, setiap anggota dididik untuk membangun sebuah relasi
yang hangat, saling mau peduli dengan yang lain, yang kuat menopang yang
lemah, setiap anggota saling menyemangati satu dengan yang lain, saling
berbagi, dsb. Idealnya kelompok kecil mungkin tergambar dalam jemaat
mula-mula (Kis 2:41-47) dimana kehidupan yang sangat harmonis terjalin
dengan mesra ketika itu.
Pelayanan
kampus juga memiliki visi untuk menginjili kampus. Kelompok kecil juga
bisa sangat berperan dalam hal ini. Dengan pola pengajaran Alkitab
dengan sistematis, maka hal itu
akan
membantu mereka untuk semakin mengenal Yesus Kristus dan menambahkan
rasa cinta mereka untuk mensyukuri anugerah yang Tuhan berikan kepada
mereka. Sehingga hal ini akan secara otomatis mendorong mereka untuk
menjadi saksi dalam keseharian mereka di kampus, baik dalam kesaksian
hidup, percakapan sehari-hari, dan dalam pergaulan mereka. Sangat
terbu-ka juga kemungkin peristiwa di jemaat mula-mula, dimana
orang-orang tertarik melihat pola hidup setiap anggota kelompok dan
merasa perlu untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok.
Anak rohani: lebih berharga dari kegiatan pelayanan apapun
2 Korintus 2:12 Ketika aku tiba di Troas untuk memberitakan Injil Kristus, aku dapati, bahwa Tuhan telah membuka jalan untuk pekerjaan di sana.
2 Korintus 2:13 Tetapi hatiku tidak merasa tenang, karena aku tidak
menjumpai saudaraku Titus. Sebab itu aku minta diri dan berangkat ke
Makedonia.
Apa yang dipikirkan Paulus ketika dia meninggalkan Troas dan pintu
yang begitu terbuka dalam pemberitaan Injil. Bayangkan ribuan orang yang
menanti sia-sia kedatangan Paulus di KKR lapangan terbuka yang telah
direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Bayangkan seluruh gereja di
Troas yang sudah tidak sabar menanti menjamu Paulus : rasul terbesar
dalam jamannya– di acara ramah-tamah gereja. Bayangkan ribuan orang
sakit yang sudah menunggu untuk didoakan.
Paulus malah pergi ke Makedonia, hanya karena di Troas dia tidak
menemui seorang yang bernama Titus. Hanya karena 1 orang? Siapakah Titus
ini? Kenapa ketiadaan Titus menjadi bahan pikiran yang berat bagi
Paulus? Hatinya begitu tidak tenang, sehingga Ia meninggalkan pintu yang
terbuka untuk pemberitaan Injil di Troas. Titus adalah teman sekerja
Paulus (2 Kor 8:23), dan Titus juga adalah anak rohani Paulus (Titus
1:4)
Coba pikirkan itu, Paulus meninggalkan pelayanan yang besar untuk
anak rohaninya. Bagi Paulus seorang anak rohani lebih berharga dari
kegiatan pelayanan apapun. Pelayanan berbicara sering sekali mengenai
cara pandang manusia kepada kita. Kita di highlight bak layaknya seorang
selebritis karena pencapaian-pencapaian kita dalam pelayanan. Tapi anak
rohani yang kita lahirkan dalam pemuridan itu berbicara mengenai cara
pandang Tuhan kepada kita dan hubungan yang penuh kasih kepada sesama
kita manusia.
Pemuridan menampilkan seluruh hidup kita, kita perlu mnjadi teladan,
kita perlu mempunyai hubungan yang real dengan Tuhan, kita perlu
mengalami terlebih dahulu firman yang kita share kepada anak rohani
kita. Pemuridan adalah bayar harga, menerapkan kasih Kristus secara
nyata dalam hubungan dengan anak rohani. Karena itu, banyak orang
meninggalkan salib pemuridan, banyak orang yang memilih hidup medioker,
banyak orang yang memilih hidup dalam kepalsuan, tidak bisa menjadi
teladan Kristus kepada hidup orang lain.
Tapi, kalau Paulus meninggalkan pelayanan untuk bertemu dengan anak
rohaninya, artinya ada suatu nilai rohani yang tidak bisa diukur dari
penampilan di hadapan manusia dan sanjungan yang kita peroleh darinya.
Paulus mengerti hati Tuhan, baginya pemuridan adalah prioritas paling
utama. Sama seperti yang ia teladani dari kehidupan Yesus Kristus
bersama dengan kedua belas muridnya.
Sekarang pertanyaannya, apakah kita mengerti hati Tuhan? Apakah kita
hanya aktif melayani dimana-mana tetapi tidak punya anak rohani? Apakah
kita peduli terhadap rekan sekerja kita yang hilang, anak pa kita yang
hilang, angkatan kita yang tidak kompak? Atau yang kita pedulikan hanya
sorotan dan sanjungan manusia yang kita peroleh dari pelayanan kita.
Apakah gunanya pelayanan kita yang begitu bayak, kegiatan kerohanian
yang begitu banyak, tetapi kita tidak pernah peduli kepada teman kita
yang mulai hilang, tidak pernah punya hati untuk memuridkan yang
terhilang di generasi berikutnya dan begitu dingin terhadap
kampus-kampus lain?
Pelayanan sesungguhnya adalah pemuridan. Bukan penampilan. Yang
sering kali hanya merupakan kamuflase dari hubungan pribadi yang buruk
dengan Tuhan. Pelayanan adalah ketika teman kita mulai terhilang, kita
berdoa untuknya, kita mengunjunginya, kita membantunya. Pelayanan adalah
ketika ada orang baru hadir di Sion Raya, kita tersenyum mengulurkan
tangan penuh kasih pada mereka dan menerima mereka seperti seorang
saudara yang sudah lama tidak bertemu—tanpa memandang asal, suku bangsa,
dan kampus.
Pelayanan adalah mempunyai kepedulian dan hati yang penuh
kasih seperti Kristus kepada generasi yang hilang untuk menjadi pemurid
yang baru yang akan mendampaki bangsa ini.
Pelayanan adalah doa pribadi di kamar, mempunyai hati seorang
penyembah yang menyembah Tuhan bukan hanya di kebaktian tapi di
tempat-tempat yang tidak kelihatan.
Pelayanan adalah kepada Tuhan, dan
sering sekali tidak diapresiasi oleh manusia. Dan sebelum kita menyadari
ini : kita masih bermain-main gereja-gerejaan tanpa mangerti isi hati
Tuhan.
Rabu, 06 Maret 2013
Menjadi Generasi yang Berani Tampil Beda
Kalau kita diganggu orang lain kita marah, itu adalah hal yang biasa.
Kalau kita menggerutu saat tidak punya uang, itu adalah hal yang biasa.
Kalau kita mengomel saat kita tidak punya makanan, itu adalah hal yang
biasa. Kalau kalian tidak berani berdoa ketika makan bersama teman-teman
sekolahmu, itu adalah hal yang biasa.
Maukah kalian menjadi luar biasa? Beranikah kalian tampil beda dari teman-temanmu yang lain? Berani
tampil beda dengan cara tidak marah saat diganggu, tidak menyontek saat
ujian, tidak menggerutu saat tidak punya uang, tidak mengomel saat
tidak punya makanan, berani berdoa saat makan bersama teman-teman
sekolah, mau berbagi dengan orang lain, dll. (Roma 12:21)
Tantangan baru bagi kita anak-anak Allah adalah berani tampil beda
dengan apa yang sudah ditampilkan oleh dunia ini. Jika semua berlomba
untuk menghalalkan segala cara, maka tidak dengan kita. Kita mempunyai
Allah yang kudus, sebab itulah seharusnya hidup kita pun kudus. Kudus,
yang artinya berbeda dengan dunia ini, sungguh nyata sebuah ajakan bahwa
kita harus berani mengambil keputusan dan sikap dengan keputusan yang
diambil oleh dunia ini. Hal ini tidaklah mudah, karena kita akan melawan arus. Saat dunia
mengatakan iya terhadap sebuah tindak penyimpangan, kita harus berani
mengatakan tidak. Konsekuensi sederhananya, mungkin kita akan
dikucilkan. Tetapi itulah yang membuat iman kita menjadi semakin kuat.
Perlawanan kita terhadap arus yang menjerumuskan membuat kita kuat
bertahan dalam kebenaran bersama Sang Kristus.
Alkitab mencatat, bahwa Tuhan Yesus adalah sosok yang berani dan tegas.
Terutama ketika Dia harus berbicara tentang kebenaran. Dia menyadari
betul bahwa kehadiranNya di dunia ini untuk mengemban mandat dari Allah,
untuk menyelamatkan dunia. PengajaranNya tegas dan tidak pandang bulu.
Terkadang Dia menabrak arus budaya setempat. Tentu banyak tokoh
masyarakat yang tidak senang dengan kehadiranNya. Tetapi itu tidak
membuat Tuhan Yesus takut apalagi mundur dari panggilan menyuarakan
kebenaran dan memberlakukan kasih. Bagi Dia, menyuarakan kebenaran dan
memberlakukan kasih lebih penting dari pada popularitas diri. Di sini
kita dapat melihat bahwa apa yang dikerjakan oleh Kristus murni
berlandaskan ketulusan, dan bukan demi popularitas diri. Dengan berani
ditolak berarti Dia memang tidak mencari popularitas diri. Mari kita belajar untuk lebih berani, terutama berani bicara tentang
kebenaran. Tak perlu takut dikucilkan oleh lingkungan. Tak perlu takut
untuk menjadi tidak populer. Kita tidak harus terkenal karena penampilan
kita. Tetapi kita harus dikenal karena keberanian kita menyuarakan
kebenaran.
tidak terlepas dari kita anak-anak PMK yang terlibat langsung dalam pelayanan dikampus. memang sangat berat ketika kita belajar untuk berani tampil beda dengan apa yang teman-teman kita lakukan di kampus. terkadang kita sakit hati melihat teman sekelas yang mendapat nilai tinggi dengan hasil nyontek, nggak jarang kita juga terpikir untuk melakukan hal yang sama agar mendapat nilai yang memuaskan. dalam hal inilah kita bisa menjadi terang bagi teman-teman kita. kita tidak harus menyontek untuk mendapat nilai yang memuaskan. ingat, kita punya Allah yang Maha tahu, minta pertolongan sama Dia, belajar, dan yakin dengan iman apa yang akan menjadi hasilnya serahkan kepada-Nya.
So, mulai sekarang jangan pernah ragu untuk berubah menjadi generasi yang tampil beda. menderita karena Kristus sesungguhnya bukan hal yang memalukan tapi justru hal yang luar biasa. karena dari sanalah standart kita dihadapan Tuhan dinaikkan.
Selasa, 05 Maret 2013
Galeri PMK
Shering Kepengurusan
di KRUS
Evaluasi Kepengurusan dan Refreshing pengurung
di Shalma Shopa
Siska, Ratih, Alan, Yager, Dini, Septi, Zizi, Hendy, Tian, Lukas, Efres, Tia, Rini
ngga bisa masuk, bos tiketnya belom dateng. yang sabar yaa anak-anak. . .hehehe @ pintu masuk shalma shopa
sesi menganggu hahahaha
klop bangettt dah, kakak KTB dan adeq KTB
trio Aldo, Tian dan Lukas
HUT PMK Fisip ke-10 dan pentabisan panitia natal 2009
di MAP (sekre aminah syukur)
Pentabisan Panitia Natal 2009
Ketua Panitia Natal 2009
Christa Hana Olivia Tuwo
ex-ketua, ketua dan alumni meniup lilin bersama
sebelum pulang, wajib foto duluu hehehe
kak Sandy, Laing, kak Edy, Ucok, Yudha, Noldy, Rudi, Dimas, kak Danius, kak Kornel, Sephendri, Robert, kak Chris.
Olive, Violet, kak evi, Desy, Stefi, kak Christy, Aniq, Omega, Emha
bangun pagi asiknya saat teduh dulu bareng-bareng
smile. . . .
Ucok, Olive, kak Kornel, kak Evi, Emha, kak Christy
HUT PMK ke-12
&
pentabisan panitia Natal PMK tahun 2011
di STAK
Olive, kak Yoram, Emha, Kak Nova, Stenly, Dila dan Kak Sanday
Pentabisan Panitia Natal 2011
ketua panitia, Langoday H Aldo
Penyambutan Mahasiswa Baru Fisip angkatan 2012-2013
di Student Center lantai 1
Natal PMK Fisip dan PMK Hukum tahun 2005
foto bareng ibu pembina PMK Fisip, ibu Rita Kalalinggi
Ibadah Dan Perayaan Natal PMK Fisip-Hukum
tahun 2006
Ibadah Perayaan Natal PMK Fisip tahun 2008
di Gedung Bundar Fahutan
ibadah dan perayaan Natal PMK Fisip tahun 2009
di Auditorium Unmul
ibadah dan perayaan Natal PMK Fisip tahun 2009
di Auditorium Unmul
Ucok, Olive, Olet, kak ity, kak evi, Emha, Yusmi, Nur, Rudi
tim musik natal 2009
Ucok, kak Zefi, Dimas, kak Hendry, kak Chris
The Winner. . .
Perayaan HUT KBMK Universitas Mulawarman
di Auditorium
Pengurus Periode 2012-2013
Yager Landesang
Sosiatri angkatan 2009
Ketua PMK
Inriani Margaretha Sitohang
Hubungan Internasional angkatan 2009
Sekretaris PMK Periode 2011-2012 dan 2012-2013
Ratna Silalahi
Ilmu Komunikasi angkatan 2009
Bendahara PMK
Divisi-Divisi :
- Divisi Ibadah
Ratihani
Hubungan Internasional angkatan 2011
Koordinator Divisi Ibadah
Reinhart Abed neju Sondakh
Ilmu Komunikasi angkatan 2011
Anggota Divisi Ibadah
Ribka Nurvia
Administrasi Bisnis angkatan 2011
Anggota Divisi Ibadah
- Divisi Pembinaan :
Langoday Hieronimus Aldo Yedia
Ilmu Komunikasi angkatan 2010
Koordinator Pembinaan
Periode 2011-2012
Periode 2012-2013
Hendy Juliansyah
Administrasi Negara angkatan 2010
Anggota Divisi Pembinaan
Given Parasian Hutabarat
Hubungan Internasional angkatan 2011
Anggota Divisi Pembinaan
Pranika Dini.P
Hubungan Internasional angkatan 2011
Anggota Divisi Pembinaan
Langganan:
Postingan (Atom)